Tugu Jogja yang memiliki nama asli Tugu Pal Putih berada di sebelah utara Jalan Mangkubumi. Tugu ini dibangun oleh Pemerintah Belanda sebagai ganti tugu lama yang telah roboh akibat gempa yang terjadi pada tahun 1867. Pada awalnya tugu dibangun oleh Kraton Kasultanan Yogyakarta pada masa pemerintahan Hamengku Buwana I pada tahun 1757 sebgaia symbol persatuan rakyat dalam melawan penjajahan Belanda. Tugu tersebut memiliki bentuk silinder yang disebut dengan golong dan diatasnya terdapat bolo yang disebut dengan gilig serta memiliki tinggi 25 meter. Pada tahu 1867 terjadi gempa yang mengakibatkan Tugu Golong Gilig tersebut patah menjadi tiga bagian. Setelah itu muncul desakan untuk membangun kembali Tugu Golong Gilig oleh rakyat agar symbol perjuangan rakyat muncul kembali. Pada akhirnya tugu tersebut dibangun kembali oleh Pemerintah Belanda, pembanguna tersebut dipimpin oleh J.W.S. Van Brussels yang pada saat itu menjabat sebagai Opzichten Van Waterstaat (sebutan kepala Dinas Pekerjaan Umum pada masa itu) dengan pihak Kraton Yogyakarta sebagai pengawas yang diwakilkan oleh Patih Danureja V.
Pemerintah Belanda sebagai pihak yang merenovasi tugu tersebut, tampak
memunculkan bentuk yang sangat berbeda dengan tugu yang terdahulu. Bentuk tugu
yang silinder tidak dimunculkan lagi dan diganti dengan bentuk segi empat yang
meruncing ke atas. Secara keseluruhan bentuk Tugu Pal Puti terbagi menjadi tiga
bagian yaitu bawah, tengah, dan atas. Bagian bawah berupa udakan atau atangga
yang berjumlah empat. Bentuk tersebut sebagai bagian dari pondasi tugu agar
menjadi kokoh. Bagian tengah berbentuk segi empat dengan keempat sisinya
terdapat inskripsi. Terakhir, bagian atas berupa bentukan seperti mahkota
dengan diatasnya terdapat uliran yang meruncing ke atas.
Referensi:
Bahan Pendamping | : | Semen |
Dimensi Benda | : | Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Bahan Utama | : | Batu Bata |
Bahan Pendamping | : | Semen |
Bentuk | : | Memusat |
Nilai Sejarah | : | Merupakan salah satu bagian dari garis imajiner yang menghubungkan Laut Selatan, Keraton dan Gunung Merapi. Bangunan ini awalnya memiliki tiang yang berbentuk silinder (gilig) dan puncaknya berbentuk bulat (golong). Bentuknya berubah menjadi yang seperti sekarang setelah rubuh kerena gempa pada tahun 1867, hingga akhirnya dibangun kembali dengan bentuk persegi pada tahun 1889 oleh pemerintah Belanda |